Senin, 26 April 2010

Tidak naik kelas sama dengan tidak lulus

Senin, 26 April 2010 menjadi saat-saat yang menegangkan sekaligus ditunggu-tunggu oleh ratusan ribu pelajar tingkat SMA/MA/SMK di Indonesia. Hari ini adalah waktu di umumkannya hasil belajar mereka selama duduk di bangku sekolah tersebut (baca: SMA/MA/SMK). Orangtua, saudara, adik kelas dan keluarga ikut merasa cemas menantikan detik-detik penentuan kelulusan siswa. Ada sekolah yang melakukan doa bersama setelah melakukan ujian nasional dengan harapan seluruh siswanya tidak perlu mengikuti ujian nasional ulangan yang di adakan bulan Mei mendatang. Ada pula sekolah yang menganggap hal ini menjadi sebuah rutinitas yang harus di lewati setiap tahunnya, sehingga tak melakukan hal serupa. Lantas, mengapa kelulusan itu menjadi terlihat sangat penting? Bukankah tidak lulus sama dengan tinggal kelas?
Ketika seorang siswa tinggal kelas, dia akan merasakan shock yang luar biasa. Bisa jadi ia juga malu kepada orang tua, guru, dan teman-temannya, terlebih akan merasa malu terhadap diri mereka sendiri. Akan tetapi ketika ada seorang siswa yang tidak lulus dalam suatu jenjang pendidikan, ia akan mendapatkan shock yang lebih besar daripada ketika ia tinggal kelas. Hal ini akan menyebabkannya jatuh frustasi dan merasa terpinggirkan meski tidak semua matapelajaran menunjukkan angka ketidaklulusannya itu.
Dalam hal ini, keteguhan hati dan kesabaran dari siswa sangatlah dibutuhkan. Ia harus bisa menerima kondisi ini. Karena seberapa jauh ia meratapi ketetapan ini, siswa itu tetap saja tidak lulus untuk ujian kali ini. Pun tahun ini masih ada ujian ulangan. Pasca pengumuman hasil kelulusan, siswa yang tidak lulus umumnya akan memilih menyendiri, merenung, menangis, atau bahkan akan tidak sadarkan diri. Ia membutuhkan waktu untuk benar-benar sadar dan bisa menerima keputusan ini. Oleh karena itu, pihak keluarga, teman se-angkatan, guru, sahabat, kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat tidak boleh terkesan memojokkan siswa tersebut. Mereka seharusnya memberikan motivasi kepada anak itu untuk bertahan dan membangkitkan semangat juang dari siswa tersebut.
Saya jadi teringat hal yang sama lima tahun yang lalu, waktu pengumuman kelulusan SMA. Teman saya ada yang tidak lulus. Dia sempat pingsan di depan pintu gerbang sekolah, karena siswa memang tidak di ijinkan masuk. Kemudian ia dia dipapah oleh teman-teman yang lain dan disadarkan. Setelah sadar, ia pulang ke rumahnya. Teman-teman yang lain sangat bersimpati terhadap kondisinya ini. Akan tetapi belum sampai semua wali murid yang mengambil kertas keluar dari sekolah, ia sudah kembali lagi ke sekolah dan bergabung dengan kami. Ia mencoba tersenyum meski pahit yang ia rasakan tak dapt ia sembunyikan. Luar biasa bukan?
Kalo melihat sejarah perjalanan salah satu presiden RI ke-4, K.H Abdurahman Wahid, beliau pun juga pernah merasakan kondisi serupa, yakni ketika beliau tinggal kelas di SMP. Tapi siapa nyana beliau bisa menjadi orang nomor satu di negeri ini. Oleh karena itu, tidaklah baik terlalu lama menjerumuskan diri dalam kemurungan. Hasil bukan menjadi yang terpenting karena ada satu hal yang lebih patut kita hargai, proses yang kita lalui. Syukuri segala bentuk ketetapan kehidupan ini, ambilah pelajaran dari setiap kepingan perjalanan kehidupan. Lakukan yang terbaik setiap kita menginjakkan kaki kita di bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar